Rabu, 22 Februari 2017

Puisi Pertama

Hoi hoi hoi, whats up? Akhirnya menulis kembali di blog tercinta yang sudah lama tidak update. Berdasarkan judulnya, kali ini saya mau post puisi pertama yang saya buat (tentunya terima kasih kepada Maharani yang telah membantu saya mencari ide dan kata-katanya). Sebenarnya sudah lama sekali saya berencana post tentang puisi ini, namun karena hal yang tidak bisa dijelaskan -- padahal malas -- baru sekarang saya bisa melaksanakannya. Semoga siapapun yang membacanya mengerti maksud dari puisi ini, harap dimaklumi jika kurang berkenan. BTW, ini adalah tugas ketika SMA, sekitar kelas XII semester 1.


Hatiku Tak Pernah Lelah
Karya Rosha Safrina

Seratus kurang sembilan puluh tujuh tahun lamanya
Kau buat aku menimang asa
Dibuangkah?
Atau tetap kusimpan?

Asa yang selalu bersama
Semakin membelenggu jiwa
Ingin rasanya kuungkap
Namun
Takkan pernah bisa terungkap

Sampai saat ini
Hatiku tak pernah lelah
Untuk menimang asa
Karena kaulah semangat hidupku

Sabtu, 31 Mei 2014

My Cerpen


Cerpen pertama karya Rosha Safrina

Ini adalah cerpen pertama yang saya buat dengan penuh perjuangan pemikiran keras dan pengorbanan. Tugas pertama membuat cerpen ketika SMA. Semoga terhibur.


USAHAKU SAHABAT

      Dua minggu lagi ulang tahun sahabatku, dan aku belum tahu apa yang harus ku berikan untuknya. Namanya Norasa Yahmi, dia adalah sahabat terbaikku sejak kecil. Dari Taman Kanak-kanak kami selalu bersama. Tapi, setelah SMA kami berpisah. Aku melanjutkan ke MAN Model Palangkaraya, dan dia melanjutkan ke SMA Negeri 1 Katingan Tengah.
        Sudah jauh-jauh hari aku merencanakan untuk memberinya hadiah yang berbeda dari sebelumnya. Tapi aku masih bingung. Berhari-hari aku memikirkan hadiah yang tepat untuknya, sampai akhirnya aku melihat buku catatan yang terjatuh dan terlihat secarik kertas yang terselip didalamnya. Akupun mengambilnya. Kertas itu bertuliskan :

 Selamat Ulang Tahun Riska. Maaf karena aku terlambat memberikanmu hadiah, tapi aku berharap hadiah ini bermanfaat. Janga lupa untuk dibaca setiap hari. 
Salam termanis dari sahabatmu,            
Safitri Anggita Tunjung Sari            
      
“Hai Riska, tadi bukumu terjatuh lalu aku ambil, nih!” Kataku sambil memberikan buku kepada Riska.
 “Terima kasih  Rosha, maaf ngerepotin.”
“Iya sama-sama”.
Keesokan harinya, aku bertanya dengan Riska hadiah apa yang diberikan sahabatnya sebagai hadiah ulang tahunnya. Ternyata hadiah itu adalah sebuah Al-Qur’an terjemahan berukuran kecil. Lalu aku bertanya berapa harga Al-Qur’an tersebut, tapi Riska tidak tahu. Sudah ku tetapkan bahwa aku akan memberikan Yahmi hadiah sebuah Al-Qur’an Terjemahan. Setelah itu, aku mencari teman yang mempunyai Al-Qur’an terjemahan yang lain, ketika aku bertanya, ternyata dia juga tidak tahu harga Al-Qur’an tersebut, karena Ayahnya yang membelikan untuknya.
Saat pulang ke rumah, aku menceritakan rencanaku kepada mamah. Mamah hanya mengangguk lalu mengatakan kalau aku mau memberi Yahmi hadiah, aku harus membelinya dengan uangku sendiri. Tapi aku tidak punya uang atau tabungan. Apalagi uang jajanku cuma Rp.10.000, dan itu untuk membeli makanan. Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan uang dalam waktu dua minggu. Kebingunganku berlanjut sampai keesokan harinya. Satu minggu lagi ulangan umum, hal itu membuatku semakin bingung bagaimana caranya mendapatkan uang, karena apabila ulangan, uang jajan akan berkurang yaitu hanya Rp.5.000.
Aku mendapatkan bantuan dari teman sekelasku yaitu Maharani. Saat itu dia sedang menarwariku kerajinan yang dia buat sendiri. Dari kejadian itu aku memutuskan untuk mencari uang tambahan dengan cara berjualan. Tapi tunggu dulu, apa yang bisa aku jual? Aku tidak bisa membuat kerajinan, aku bukan pedagang. Apa aku harus menjual ayam yang ada di rumah? Yaa tidak mungkin, karena pastinya aku akan dimarahi sama mamah.
Saat makan malam, aku berbicara dengan mamah tentang rencanaku untuk berjualan.
 “Waahh... ide bagus itu. Bagaimana kalau kamu berjualan pisang disamping?” Kata mamah.
“Apaa? Ya nggak mungkin lah Mah, disinikan bukan desa yang dengan mudahnya mencari orang yang mau membeli pisang.”, kataku sambil tertawa.
“Tapi itu ide bagus, supaya kamu bisa belajar bagaimana caranya mendapatkan uang. Cari uang itu susah Rosha, apalagi di kota. Pasti Yahmi lebih suka kalau hadiah yang dia terima hasil kerja keras kamu." Kata mamah menceramahiku.
Aku memikirkan yang mamah katakan tadi, tapi rasa malas dan maluku terlalu tinggi untuk berjualan pisang, dan belum tentu ada orang yang mau beli. Aku bingung apa yang harus dilakukan. Satu minggu lagi ulangan semester, tidak mungkin aku berjualan. Waktunya sangat tidak memungkinkan. Aku mendatangi papah yang sedang duduk di selasar rumah sambil melihat api yang membakar sampah, lalu aku menceritakan keinginanku memberikan Yahmi hadiah ulang tahun. Tapi papah mengatakan itu hanya membuang-buang uang, kalau mau aku harus cari uang sendiri.
“Tapi Pah, minggu depan aku ulangan semester, nggak ada  waktu  buat  cari uang.”, kataku sedikit menggerutu.
“Terserah kamu, tapi yang jelas papah tidak bisa  beri kamu uang, kalau mau minta dengan mamah sana saja, papah tidak punya uang.”, jawab Papah yang langsung beranjak pergi masuk kedalam rumah.
            Aku masuk ke kamar merenungi apa yang dikatakan Mamah dan Papah. Apakah aku harus mengurungkan niat memberikan hadiah kepada Yahmi? Tapi itu tidak mungkin, karena Yahmi adalah teman terbaikku dan rasanya tidak baik kalau tidak memberinya hadiah. Kebingungan melanda diriku, dan itu menggangu saat-saat belajarku.
            Besoknya, saat pulang sekolah aku melihat seorang anak kecil berlari membawa kantongan plastik yang dibagian bawahnya berlubang. Dia tidak tahu kalau isi dari kantongan plastik itu berjatuhan di jalan. Lalu aku berteriak memanggilnya, dia menoleh dan melihat bawaannya berserakan, dia kembali untuk mengambil barang-barangnya. Akupun membantu anak tadi. Ketika membantu, aku melihat buah sawo lalu mengambilnya. Aku jadi teringatmasa kecil saat berjualan buah sawo, itu adalah kali pertama aku berjualan dan menjajakannya dari rumah ke rumah. Itu kulakukan bersama sahabatku Yahmi. Kami harus berjalan kaki sampai ke ujung desa hanya untuk menjajakan buah sawo. Saat istirahat, kami tidak berani memakai uang yang sudah kami dapat untuk membeli minuman. Mengingat kejadian itu kadang-kadang aku bisa tertawa sendiri. Perasaan ketika kita mendapatkan uang dari jerih payah sendiri sangat berbeda dengan ketika kita meminta uang dengan orang tua. Selesai bernostalgia, cepat-cepat aku membantu anak kecil tadi.
“Terima kasih kak, kakak sudah mau membantu membereskan bawaan saya.”, ucap anak kecil itu berterima kasih kepadaku.
“Ah iya, itu tidak masalah. Hehee.. Eh, tapi kakak juga berterima kasih.”, kataku sembari tersenyum lalu meninggalkan anak kecil tadi.
            Setelah kejadian tadi sore, aku memutuskan untuk berjualan. Malam harinya aku menyusun pisang-pisang yang hampir masak. Ku ikat sesisir pisang dengan tali rapia. Setelah selesai, ku hitung satu demi satu pisang yang sudah dibagi-bagi, dan aku mendapatkan 8 ikat pisang yang akan kujual dengan harga Rp.5.000 per ikat. Aku sudah tidak sabar menunggu besok. Apakah ada orang yang akan membelinya? Tapi itu bukan masalah, asalkan ada keinginan dan usaha aku yakin Tuhan akan memudahkan jalannya untukku.
            Seperti biasanya, setelah selesai makan malam keluargaku selalu berkumpul di ruang keluarga untuk menonton televisi bersama.                                                                                  “Rosha, besok mamah akan pergi ke Samba, Pamanmu mau mengadakan acara selamatan rumah baru. Sekitar 5 hari mamah disana, kamu dengan adik baik-baik dirumah.”                            Tiba-tiba Mamah membuka pembicaraan yang membuatku terkejut. Dalam pikiranku saat itu adalah bagaimana dengan rencanaku berjualan? Bagaimana dengan pekerjaan rumah selama Mamah tidak ada?
“Kenapa tiba-tiba seperti ini?” Kataku dengan nada sedikit memelas.
“Mau bagaimana lagi, tidak mungkinkan kalau kita tidak datang.” Kata Mamah.
“Uangnya mana?” Kataku.
“Kalau uangnya minta saja dengan Tante.” Kata Mamah yang langsung pergi ke dapur.
            Bagaimana ini? Aku hanya diberi uang Rp.60.000 untuk 5 hari. Aku tidak akan mendapatkan uang tambahan. Aku kira bisa mendapatkan uang lebih besar dari ini. Jadi aku harus berjuang lebih keras untuk berjualan, supaya dapat banyak uang? Yaaa seperti itulah.
            Tersisa 5 hari lagi menuju ulangan semester, dan aku sibuk dengan jualanku, itu membuat Papah marah-marah kepadaku. Tapi tidak apalah, Papah juga segera berangkat. Sungguh keterlaluan kalau sampai seperti itu.
            Setelah pulang sekolah, aku bersiap-siap untuk berjualan. Tiba-tiba terdengar suara bising dari arah belakang. Ternyata suara itu berasal dari ayam yang menghamur-hamburkan pisang yang telah aku susun dengan rapi. Akupun mengusir ayam-ayam yang mengamuk tadi. Tapi, pisang-pisang itu sudah hancur berantakan. Yang masih bagusnya hanya tersisa beberapa, jadi aku kembali dari awal untuk memilih pisang yang bagus untuk disusun kembali. Perasaanku saat itu campur aduk, ada rasa sedih karena kerja kerasku dihancurkan oleh dua ekor ayam, dan juga marah karena aku harus kembali dari awal. Akhirnya aku menyerah dengan yang kukerjakan.
Aku menceritakan kejadian ini kepada temanku Alda, dia memberiku nasehat agar tidak mudah menyerah, dia bilang setiap yang kita kerjakan pasti ada hal-hal yang menghalangi. Jika kita bisa melewati halangan tersebut, maka kita akan merasa bangga karena bisa melewatinya. Perkataannya terlalu ribet untuk dimengerti, tapi itulah Alda yang bisa dibilang cewe alay.
            Tanpa sadar Ulangan Semester tinggal satu hari lagi, dan Mamah sudah pulang. Rencana yang kubuat belum terlaksana. Apa yang harus aku lakukan?  Sudah tidak mungkin aku berjualan karena harus belajar untuk menghadapi ulangan.
“Mah, apakah boleh aku minta uang untuk membeli hadiah untuk Yahmi? Semua yang ku lakukan selalu saja tidak berhasil.” Kataku kepada Mamah yang sedang memasak untuk sarapan.
“Yaaa... bisa saja, asalkan kamu mau belajar dengan sungguh-sungguh untuk ulangan kali ini.”
“Benarkah? Baiklah. Tapi Mamah janjikan?”
“Iya.” Kata Mamah
“Horeeeee.......”  aku kegirangan.
Saking senangnya sampai-sampai aku terjatuh karena menginjak kain pel yang basah. 
 Setiap malam aku belajar dengan sungguh-sungguh supaya menjawab soal dengan baik dan mendapatkan hasil yang bagus pula. Dan tidak lupa juga untuk sholat dengan rajin dan berdo’a.
Selama dua belas hari ulangan semester dilaksanakan, Alhamdulillah nilai yang dibagikan juga lumayan bagus. Akupun meminta Mamah untuk menepati janjinya, dan Mamah membelikan Al-Qur’an terjemahan mashab khadijah. Lima hari setelah ulangan, aku pulang kampung untuk memberikan hadiah istimewa untuk sahabat sejatiku Yahmi. Saat mendapatkan hadiah dariku Yahmi sangat senang, dan aku menceritakan bagaimana caranya mendapatkan Al-Qur’an itu. Yahmi tertawa mendengar ceritaku, dan juga berterima kasih karena hadiahnya sangat berarti. Walaupun dengan susah payah aku mendapatkannya, tapi aku bersyukur dan senang serta bangga bisa berbuat yang luar biasa untuk sahabatku.


          Kesan Menulis Cerpen : Sangat membingungkankan, karena harus memikirkancerpen yang  mengandung nasehat. Tapi hal ini jugamembuat saya mengingat kenangan-kenangan saat di Samba, dan itu sangat menyenangkan. Walaupun banyak gangguan yang menghampiri. Seperti pada hari terakhir, sariawan dan sakit gigi tidak menghalagi keinginan untuk menyelesaian cerpen ini.




                                                                                            Palangkaraya, 30 Mei 2014
                                                                                                        Penulis

                                                                                                      


                                                                                       Rosha Safrina
                                                                                           NIS : 5279