Cerpen pertama karya Rosha Safrina
Ini adalah cerpen pertama yang saya buat dengan penuh perjuangan pemikiran keras dan pengorbanan. Tugas pertama membuat cerpen ketika SMA. Semoga terhibur.
Ini adalah cerpen pertama yang saya buat dengan penuh perjuangan pemikiran keras dan pengorbanan. Tugas pertama membuat cerpen ketika SMA. Semoga terhibur.
USAHAKU SAHABAT
Dua
minggu lagi ulang tahun sahabatku, dan aku belum tahu apa yang harus ku berikan
untuknya. Namanya Norasa Yahmi, dia adalah sahabat terbaikku sejak kecil. Dari
Taman Kanak-kanak kami selalu bersama. Tapi, setelah SMA kami berpisah. Aku
melanjutkan ke MAN Model Palangkaraya, dan dia melanjutkan ke SMA Negeri 1
Katingan Tengah.
Sudah jauh-jauh hari aku
merencanakan untuk memberinya hadiah yang berbeda dari sebelumnya. Tapi aku
masih bingung. Berhari-hari aku memikirkan hadiah yang tepat untuknya, sampai
akhirnya aku melihat buku catatan yang terjatuh dan terlihat secarik kertas
yang terselip didalamnya. Akupun mengambilnya. Kertas itu bertuliskan :
Selamat
Ulang Tahun Riska. Maaf karena aku terlambat memberikanmu hadiah, tapi aku
berharap hadiah ini bermanfaat. Janga lupa untuk dibaca setiap hari.
Salam
termanis dari sahabatmu,
Safitri
Anggita Tunjung Sari
“Hai Riska, tadi bukumu terjatuh lalu aku ambil, nih!” Kataku sambil memberikan buku kepada Riska.
“Terima kasih
Rosha, maaf ngerepotin.”
“Iya
sama-sama”.
Keesokan
harinya, aku bertanya dengan Riska hadiah apa yang diberikan sahabatnya
sebagai hadiah ulang tahunnya. Ternyata hadiah itu adalah sebuah Al-Qur’an
terjemahan berukuran kecil. Lalu aku bertanya berapa harga Al-Qur’an tersebut,
tapi Riska tidak tahu. Sudah ku tetapkan bahwa aku akan memberikan Yahmi
hadiah sebuah Al-Qur’an Terjemahan. Setelah itu, aku mencari teman yang
mempunyai Al-Qur’an terjemahan yang lain, ketika aku bertanya, ternyata dia
juga tidak tahu harga Al-Qur’an tersebut, karena Ayahnya yang membelikan
untuknya.
Saat
pulang ke rumah, aku menceritakan rencanaku kepada mamah. Mamah hanya
mengangguk lalu mengatakan kalau aku mau memberi Yahmi hadiah, aku harus
membelinya dengan uangku sendiri. Tapi aku tidak punya uang atau tabungan. Apalagi
uang jajanku cuma Rp.10.000, dan itu untuk membeli makanan. Bagaimana caranya
aku bisa mendapatkan uang dalam waktu dua minggu. Kebingunganku berlanjut
sampai keesokan harinya. Satu minggu lagi ulangan umum, hal itu membuatku
semakin bingung bagaimana caranya mendapatkan uang, karena apabila ulangan,
uang jajan akan berkurang yaitu hanya Rp.5.000.
Aku
mendapatkan bantuan dari teman sekelasku yaitu Maharani. Saat itu dia sedang
menarwariku kerajinan yang dia buat sendiri. Dari kejadian itu aku memutuskan
untuk mencari uang tambahan dengan cara berjualan. Tapi tunggu dulu, apa yang
bisa aku jual? Aku tidak bisa membuat kerajinan, aku bukan pedagang. Apa aku
harus menjual ayam yang ada di rumah? Yaa tidak mungkin, karena pastinya aku
akan dimarahi sama mamah.
Saat
makan malam, aku berbicara dengan mamah tentang rencanaku untuk berjualan.
“Waahh... ide bagus itu. Bagaimana kalau kamu
berjualan pisang disamping?” Kata mamah.
“Apaa?
Ya nggak mungkin lah Mah, disinikan
bukan desa yang dengan mudahnya mencari orang yang mau membeli pisang.”, kataku
sambil tertawa.
“Tapi
itu ide bagus, supaya kamu bisa belajar bagaimana caranya mendapatkan uang.
Cari uang itu susah Rosha, apalagi di kota. Pasti Yahmi lebih suka kalau hadiah
yang dia terima hasil kerja keras kamu." Kata mamah menceramahiku.
Aku
memikirkan yang mamah katakan tadi, tapi rasa malas dan maluku terlalu tinggi
untuk berjualan pisang, dan belum tentu ada orang yang mau beli. Aku bingung
apa yang harus dilakukan. Satu minggu lagi ulangan semester, tidak mungkin aku
berjualan. Waktunya sangat tidak memungkinkan. Aku mendatangi papah yang sedang
duduk di selasar rumah sambil melihat api yang membakar sampah, lalu aku
menceritakan keinginanku memberikan Yahmi hadiah ulang tahun. Tapi papah
mengatakan itu hanya membuang-buang
uang, kalau mau aku harus cari uang sendiri.
“Tapi
Pah, minggu depan aku ulangan semester, nggak
ada waktu buat cari uang.”, kataku sedikit menggerutu.
“Terserah
kamu, tapi yang jelas papah tidak bisa
beri kamu uang, kalau mau minta dengan mamah sana saja, papah tidak
punya uang.”, jawab Papah yang langsung beranjak pergi masuk kedalam rumah.
Aku masuk ke kamar merenungi apa
yang dikatakan Mamah dan Papah. Apakah aku harus mengurungkan niat memberikan
hadiah kepada Yahmi? Tapi itu tidak mungkin, karena Yahmi adalah teman
terbaikku dan rasanya tidak baik kalau tidak memberinya hadiah. Kebingungan
melanda diriku, dan itu menggangu saat-saat belajarku.
Besoknya, saat pulang sekolah aku
melihat seorang anak kecil berlari membawa kantongan plastik yang dibagian
bawahnya berlubang. Dia tidak tahu kalau isi dari kantongan plastik itu
berjatuhan di jalan. Lalu aku berteriak memanggilnya, dia menoleh dan melihat
bawaannya berserakan, dia kembali untuk mengambil barang-barangnya. Akupun
membantu anak tadi. Ketika membantu, aku melihat buah sawo lalu mengambilnya.
Aku jadi teringatmasa kecil saat berjualan buah sawo, itu adalah kali pertama
aku berjualan dan menjajakannya dari rumah ke rumah. Itu kulakukan bersama
sahabatku Yahmi. Kami harus berjalan kaki sampai ke ujung desa hanya untuk
menjajakan buah sawo. Saat istirahat, kami tidak berani memakai uang yang sudah
kami dapat untuk membeli minuman. Mengingat kejadian itu kadang-kadang aku bisa
tertawa sendiri. Perasaan ketika kita mendapatkan uang dari jerih payah sendiri
sangat berbeda dengan ketika kita meminta uang dengan orang tua. Selesai
bernostalgia, cepat-cepat aku membantu anak kecil tadi.
“Terima
kasih kak, kakak sudah mau membantu membereskan bawaan saya.”, ucap anak kecil
itu berterima kasih kepadaku.
“Ah
iya, itu tidak masalah. Hehee.. Eh, tapi kakak juga berterima kasih.”, kataku
sembari tersenyum lalu meninggalkan anak kecil tadi.
Setelah kejadian tadi sore, aku memutuskan
untuk berjualan. Malam harinya aku menyusun pisang-pisang yang hampir masak. Ku
ikat sesisir pisang dengan tali rapia. Setelah selesai, ku hitung satu demi
satu pisang yang sudah dibagi-bagi, dan aku mendapatkan 8 ikat pisang yang akan
kujual dengan harga Rp.5.000 per ikat. Aku sudah tidak sabar menunggu besok.
Apakah ada orang yang akan membelinya? Tapi itu bukan masalah, asalkan ada
keinginan dan usaha aku yakin Tuhan akan memudahkan jalannya untukku.
Seperti biasanya, setelah selesai
makan malam keluargaku selalu berkumpul di ruang keluarga untuk menonton
televisi bersama. “Rosha,
besok mamah akan pergi ke Samba, Pamanmu mau mengadakan acara selamatan rumah
baru. Sekitar 5 hari mamah disana, kamu dengan adik baik-baik dirumah.” Tiba-tiba
Mamah membuka pembicaraan yang membuatku terkejut. Dalam pikiranku saat itu
adalah bagaimana dengan rencanaku berjualan? Bagaimana dengan pekerjaan rumah
selama Mamah tidak ada?
“Kenapa
tiba-tiba seperti ini?” Kataku dengan nada sedikit memelas.
“Mau
bagaimana lagi, tidak mungkinkan kalau kita tidak datang.” Kata Mamah.
“Uangnya
mana?” Kataku.
“Kalau
uangnya minta saja dengan Tante.” Kata Mamah yang langsung pergi ke dapur.
Bagaimana ini? Aku hanya diberi uang
Rp.60.000 untuk 5 hari. Aku tidak akan mendapatkan uang tambahan. Aku kira bisa
mendapatkan uang lebih besar dari ini. Jadi aku harus berjuang lebih keras
untuk berjualan, supaya dapat banyak uang? Yaaa seperti itulah.
Tersisa 5 hari lagi menuju ulangan
semester, dan aku sibuk dengan jualanku, itu membuat Papah marah-marah kepadaku.
Tapi tidak apalah, Papah juga segera berangkat. Sungguh keterlaluan kalau
sampai seperti itu.
Setelah pulang sekolah, aku
bersiap-siap untuk berjualan. Tiba-tiba terdengar suara bising dari arah
belakang. Ternyata suara itu berasal dari ayam yang menghamur-hamburkan pisang
yang telah aku susun dengan rapi. Akupun mengusir ayam-ayam yang mengamuk tadi.
Tapi, pisang-pisang itu sudah hancur berantakan. Yang masih bagusnya hanya
tersisa beberapa, jadi aku kembali dari awal untuk memilih pisang yang bagus
untuk disusun kembali. Perasaanku saat itu campur aduk, ada rasa sedih karena
kerja kerasku dihancurkan oleh dua ekor ayam, dan juga marah karena aku harus
kembali dari awal. Akhirnya aku menyerah dengan yang kukerjakan.
Aku
menceritakan kejadian ini kepada temanku Alda, dia memberiku nasehat agar tidak
mudah menyerah, dia bilang setiap yang kita kerjakan pasti ada hal-hal yang
menghalangi. Jika kita bisa melewati halangan tersebut, maka kita akan merasa
bangga karena bisa melewatinya. Perkataannya terlalu ribet untuk dimengerti, tapi itulah Alda yang bisa dibilang cewe alay.
Tanpa sadar Ulangan Semester tinggal
satu hari lagi, dan Mamah sudah pulang. Rencana yang kubuat belum terlaksana.
Apa yang harus aku lakukan? Sudah tidak
mungkin aku berjualan karena harus belajar untuk menghadapi ulangan.
“Mah,
apakah boleh aku minta uang untuk membeli hadiah untuk Yahmi? Semua yang ku
lakukan selalu saja tidak berhasil.” Kataku kepada Mamah yang sedang memasak
untuk sarapan.
“Yaaa...
bisa saja, asalkan kamu mau belajar dengan sungguh-sungguh untuk ulangan kali
ini.”
“Benarkah?
Baiklah. Tapi Mamah janjikan?”
“Iya.”
Kata Mamah
“Horeeeee.......” aku kegirangan.
Saking
senangnya sampai-sampai aku terjatuh karena menginjak kain pel yang basah.
Setiap malam aku belajar
dengan sungguh-sungguh supaya menjawab soal dengan baik dan mendapatkan hasil
yang bagus pula. Dan tidak lupa juga untuk sholat dengan rajin dan berdo’a.
Selama
dua belas hari ulangan semester dilaksanakan, Alhamdulillah nilai yang
dibagikan juga lumayan bagus. Akupun meminta Mamah untuk menepati janjinya, dan
Mamah membelikan Al-Qur’an terjemahan mashab khadijah. Lima hari setelah
ulangan, aku pulang kampung untuk memberikan hadiah istimewa untuk sahabat
sejatiku Yahmi. Saat mendapatkan hadiah dariku Yahmi sangat senang, dan aku
menceritakan bagaimana caranya mendapatkan Al-Qur’an itu. Yahmi tertawa
mendengar ceritaku, dan juga berterima kasih karena hadiahnya sangat berarti.
Walaupun dengan susah payah aku mendapatkannya, tapi aku bersyukur dan senang
serta bangga bisa berbuat yang luar biasa untuk sahabatku.
Kesan Menulis Cerpen : Sangat
membingungkankan, karena harus memikirkancerpen yang mengandung nasehat. Tapi hal ini jugamembuat
saya mengingat kenangan-kenangan saat di Samba,
dan itu sangat menyenangkan. Walaupun banyak
gangguan yang menghampiri. Seperti pada hari
terakhir, sariawan dan sakit gigi tidak menghalagi keinginan
untuk menyelesaian cerpen ini.
Palangkaraya, 30 Mei 2014
Penulis
Rosha Safrina
NIS : 5279